Manga VS Komik

by - 3/31/2009 04:55:00 AM




“Manga” sebuah kata yang sudah pasti tak asing lagi di telinga kita. Tau kan apa itu manga? Manga adalah kata dalam bahasa jepang yang berarti “komik”. Tapi seiring berkembangnya produksi komik negeri sakura tersebut, maka istilah manga-pun dikenal dunia sebagai “komik buatan jepang”. Seperti Detective Conan, Rave, Naruto , dll. Semenjak tahun 1980-an awal manga mulai mendapat tempat khusus di kalangan penggmar komik Indonesia, bahkan kehadirannya membuat komik-komik buatan komikus-komikus Indonesia sendiri seakan “kelelep” tidak kuat bersaing.

Manga memiliki ciri khas yang membuatnya berbeda dengan komik-komik lain pada umumnya, diantaranya pada penggambaran wajah karakternya, yakni mata yang digambar besar dan bulat, mulut yang kecil dan sederhana (digambarkan hanya berupa satu garis ketika “mingkem”, atau 2-3 garis ketika mulut terbuka), hidung yang hanya berupa segitiga kecil dsb. Menurut Tatsu Maki dalam bukunya “how to draw and create manga” ciri khas ini membuat emosi karakter dapat ditunjukkan dengan lebih jelas, tampak lebih manis enak dilihat dan terlihat hidup. Selain pada wajah, terdapat pula ciri khas yang tidak ditemukan pada komik buatan negara lain, yaitu penggambaran karakter dengan gaya “chibi” atau menyerupai tubuh anak kecil. Gaya “chibi” ini umumnya digunakan untuk menunjukkan adegan-adegan yang mengarah ke kesan lucu, sehingga manga terlihat lebih menarik. Meskipun begitu banyak pula mangaka-mangaka yang menggunakan gaya chibi ini sebagai gaya gambar utama pada komik mereka. Ciri-ciri yang khas inilah yang membuat manga kini lebih mendapat tempat di hati para penggemar komik, Indonesia bahkan dunia.

Sejarah mencatat, pada awalnya komik masuk ke jepang sekitar awal abad ke-20. Ketika itu negeri Jepang ini sedang giat-giatnya mengadakan modernisasi dalam segala bidang, termasuk seni. Jepang mendatangkan seniman-seniman dari negeri-negeri barat untuk mengajari rakyatnya seni ala barat. Dari situlah komik masuk ke jepang, dan akhirnya komik jepang dikenal dengan “manga”. Pada jaman itu komik-komik jepang kebanyakan menggambarkan sindiran-sindiran politik ataupun humor dan halamanyapun singkat. Komikusnya (di jepang komikus disebut “mangaka”) yang terkenal adalah Rakuten Kitazawa, Ippei Okamoto, dll. Kebanyakan dari mereka belajar dari komikus-komikus barat (ms.wikipedia.org).

Kini tema komik-komik jepang alias manga telah berkembang sedemikian kompleks. Jika awalnya kebanyakan berupa sindiran politik ataupun homor, kini telah berkembang tema-tema lain seperti horror seperti Kimun Kamui , perang, robot (lebih dikenal dengan mecha) contoh paling terkenalnya Gundam , superhero, cinta, olah raga dengan maskotnya Captain Tsubasa atau Prince of Tennis , kehidupan remaja, dan tema-tema lain yang erat dengan kehidupan sehari-hari. Kadang-kadang ada komik yang terlalu banyak tulisannya sehingga para pembacanya merasa pegal-pegal karena membaca komik tersebut seperti Death Note dan Hikaru no Go . Ada juaga komik yang mudah sekali kita bacanya seperti adegan perkelahian atau pertarungan seperti Dragon Ball dan Kung Fu Boy . Keanekaragaman tema dan kemasan dari manga-manga ini jugalah yang membuatnya banyak disukai penggemar komik Indonesia, bahkan dunia. Kebanyakan manga dibuat dalam format berseri/berjilid-jilid ( Tankobon ) yang tiap jilidnya kebanyakan dicetak hitam putih. Selain itu ada pula yang diterbitkan dalam bentuk majalah.

Bagaimana dengan komik-komik Indonesia?

Bagaimana dengan komik Indonesia? Menurut sejarah, komik yang pertama dibuat di indonesia adalah jenis komik strip (biasanya hanya tersusun 1 kolom vertikal, atau 1 baris horizontal) pada tahun 1930-an. Saat itu dimuatlah komik strip Put On yang menceritakan seseorang bertubuh tambun yang konyol namun memiliki jiwa nasionalis yang tinggi, pada koran Sin Po . Pengarangnya bernama Kho Wang Gie (wah, jelas banget betapa kentalnya pengaruh budaya Cina saat itu!). Kemudian, di tahun 1960-an hingga 1970-an, berkembanglah komik-komik dengan genre persilatan dengan munculnya Si Buta dari Goa Hantu karya Ganes TH, Panji Tengkorak , Gundala Putra Petir , Godam , dll. serta genre romantika remaja. Pada era ini pengaruh sastra asing mulai muncul pada komik-komik Indonesia, seperti pada Si Buta dari Goa Hantu yang selalu bersama monyetnya ini, merupakan adaptasi dari Tarzan yang juga selau bersama monyetnya. Di era ini kebanyakan komik dibuat sendiri langsung oleh pengarangnya.

Era berikutnya (tahun 1980-an sampai 1990-an) komik tidak lagi dibuat sendiri oleh pengarangnya, melainkan melalui sebuah kerja tim di bawah bendera suatu studio komik. jadi komik-komik seperti Caroq, Kapten Bandung, Avatar dan lain-lain ngetop dibarengi dengan ngetop pulanya studio komik tempat komik tersebut dibuat. Di era ini pula ”sentuhan teknologi” mulai masuk ke produksi komik-komik indonesia, seperti peggunaan program-program komputer untuk mendesain lay out sang komik. Tapi, sistem produksi ini lama-kelamaan berefek samping pada mahalnya harga komik. Kondisi ini diperparah dengan msuknya komik-komik impor terutama dari Jepang (manga) yang ongkos produksinya lebih murah dan otomatis harga jualnya pun lebih murah pula. Hal ini membuat banyaknya studio komik yang jatuh-bangun untuk bertahan (banyak juga yang jatuh ga bangun-bangun, waduh?!). komik impor pun makin merajalela. Akhirnya untuk mempertahankan esksistensi komik “made in indonesia” dibuatlah komik-komik indonesia yang mirip-mirp dengan manga. Meskipun banyak dikritik karena dianggap “nyontek”. Tapi menurut Indra Darmawan dalam artikelnya, Meramu Komik Indonesia, “ironi? Memang, tapi kalau boleh optimis, anggap saja ini proses pencarian jatidiri”

Kini sebagai lanjutan dari usaha mengembalikan kejayaan komik indonesia seperti era 60-70an dulu, komikus-komikus muda Indonesia mulai membuat dan menerbitkan komik mereka sendiri secara independen (oleh sebab itu, karya-karya mereka dikenal dengan “ komik Indie ”). Mereka merintis jalan untuk menemukan kembali konsep komik Indonesia. Meskipun begitu banyak tantangan yang mereka, tapi semangat dan idealisme mereka untuk terus berkarya membuat mereka tetap terus berjuang. Dengan terbentuknya komunitas-komunitas komik indie, perjuangan mereka kini akan semakin kuat, karena dukungan dari para peicinta komik indie yang banyak tergabung dalam komunitas komik indie itu sendiri. Apresiasi publik terhadap karya-karya merekapun akan sangat membantu mereka untuk kebali menemukan jatidiri serta konsep komik indonesia, dan jika ini berhasil (mudah-mudahan.. amien...!) agaknya kejayaan komik Indonesia tidak mustahil bakal terulang dan menyaingi manga-manga yang ada sekrang ini.


Sumber : http://www.kamenraider.byethost13.com

Oleh : M. Ardhya I.



You May Also Like

0 komentar